SEJARAH maskapai penerbangan Garuda Indonesia tak bisa dilepaskan dari Aceh.
Jika wacana penjualan maskapai ini menjadi kenyataan dan kemudian berganti
nama, maka masyarakat Aceh termasuk yang paling bersedih. Sebab, perjuangan
dan bantuan yang ikhlas dari masyarakat di wilayah Indonesia paling barat
itu seolah sia-sia.
Masih banyak yang tak mengetahui bahwa masyarakat Aceh menyerahkan pesawat
terbang Seulawah pada 1948 kepada pemerintah RI untuk meneruskan perjuangan
melawan penjajahan Belanda. Ketika semua wilayah RI dikuasai Belanda, hanya
Aceh yang masih "merdeka". Penyerahan Seulawah menjadi salah satu pendorong
semangat pejuang-pejuang Indonesia melawan penjajah.
Salah seorang saksi dan pelaku sejarah penyerahan pesawat Seulawah kepada
pemerintah RI, Tgk AK Jakobi (77 tahun), menuturkan, sejarah Garuda
Indonesia (dulu bernama Garuda Indonesia Airways) tak bisa dilepaskan dari
Seulawah RI-001. Pesawat hadiah masyarakat Aceh ini menjadi cikal bakal
berdirinya Garuda Indonesia.
Pada 15 Juni 1948, Jakobi menuturkan, Presiden Soekarno (Bung Karno) bersama
17 anggota rombongan tiba di lapangan terbang militer Lhok Nga di Banda
Aceh. Bung Karno berada di Aceh selama enam hari (15-20 Juni). Presiden
pertama RI ini juga berkunjung ke Sigli dan Bireuen.
"Di tiap kota, Bung Karno disambut dengan rapat raksasa. Ratusan ribu warga
Aceh terpesona mendengarkan amanat Bung Karno yang berapi-api membakar
semangat juang rakyat Aceh. Kami benar-benar merasakan persatuan dan saling
mendukung antarrakyat di seluruh Indonesia," kenang pensiunan TNI berpangkat
Mayor kelahiran Blangkejeren, Gayo Lues ini, kepada Pembaruan, Jumat (3/3),
Ketika itu, Bung Karno mengatakan Indonesia sedang genting, dalam keadaan
antara hidup dan mati. Bung Karno menegaskan, dari Acehlah perjuangan
diteruskan merebut setiap jengkal tanah yang diduduki Belanda. Biar negara
ini tinggal selebar payung, perjuangan tetap diteruskan sampai penjajah
angkat kaki dari bumi Indonesia.
Negara sangat memerlukan pesawat terbang untuk menerobos blokade udara
Belanda yang sudah mengepung seluruh negeri. "Sudah berbagai tempat di
Sumatera disinggahi. Namun, hanya rakyat di Acehlah yang memenuhi anjuran
Bung Karno untuk menyumbangkan pesawat terbang," tutur Jakobi.
Dalam pertemuan bersejarah di Aceh Hotel, Gabungan Saudagar Indonesia Aceh
(Gasida) yang dipimpin HM Djoeneid Joesoef atas nama rakyat Aceh menyatakan
siap merespons imbauan Bung Karno.
Dana terkumpul untuk membeli dua pesawat Seulawah RI-001 dan Seulawah
RI-002. Di tengah situasi ekonomi yang menghimpit, Bung Karno begitu gembira
menerima sumbangan pesawat Seulawah RI-001 dari rakyat Aceh
Sebagai pejuang '45, Jakobi bersama rekan seperjuangan lainnya yang
rata-rata berusia muda, hadir dalam upacara itu sebagai pelaku dan saksi
sejarah. Selama sepekan, mereka ditugaskan oleh Gubernur Militer Daud
Beureuh mengawal Bung Karno dan rombongan selama di Aceh (kini menjadi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam/NAD).
Arti Pesan Itu
Sekitar 36 tahun kemudian (1984), replika pesawat terbang Seulawah RI-001
menghiasi Lapangan Blang Padang di Banda Aceh. Saat itu Djoeneid Joesoef
yang sudah berangsur gaek berpesan kepada Jakobi, "Kawal terus sampai
generasi berikutnya."
Semula ia tidak menyadari arti pesan itu. "Tapi saat rekan saya yang juga
pejuang '45, Halimah Madjid, menegur saya, hendak dibawa ke mana nama dan
batang tubuh pesawat terbang Seulawah RI-001 itu, kalau maskapai Garuda
Indonesia sampai dijual, saya tertegun," ucap Jakobi.
Tak jemu ia mendesak sejumlah pihak. Dari presiden, menteri, panglima TNI,
gubernur NAD, anggota DPR, hingga direksi beserta karyawan Garuda Indonesia,
untuk menjaga dan mempertahankan maskapai penerbangan yang sangat bersejarah
itu. Garuda pernah sangat disegani karena manajemen dan pelayanannya
termasuk terbaik di dunia.
Garuda Indonesia adalah salah satu yang tersisa dari perjalanan panjang
perjuangan mempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia. Maskapai
ini masih tampak gagah walaupun terlilit utang yang tidak sedikit.
Manajemennya masih bisa diperbaiki dan kinerja bisa ditingkatkan. Masih
banyak penumpang yang bangga terbang dengan Garuda walaupun harga tiketnya
lebih mahal dari maskapai nasional lainnya.
Jika Anda duduk di dalam pesawat Garuda Indonesia, atau melihat pesawat dan
para krunya melintas dalam pandangan, ingatlah Seulawah! Ingatlah sumbangsih
warga Aceh yang tak lelah berjuang demi kemerdekaan dan persatuan RI. Jika
maskapai ini jaya, kita semua senang, warga Aceh pun riang. Garuda dan Aceh,
sejarah yang selalu dikenang.Mari kita selamatkan garuda indonesia sebagai bentuk perjuangan bangsa indonseia.
Jika wacana penjualan maskapai ini menjadi kenyataan dan kemudian berganti
nama, maka masyarakat Aceh termasuk yang paling bersedih. Sebab, perjuangan
dan bantuan yang ikhlas dari masyarakat di wilayah Indonesia paling barat
itu seolah sia-sia.
Masih banyak yang tak mengetahui bahwa masyarakat Aceh menyerahkan pesawat
terbang Seulawah pada 1948 kepada pemerintah RI untuk meneruskan perjuangan
melawan penjajahan Belanda. Ketika semua wilayah RI dikuasai Belanda, hanya
Aceh yang masih "merdeka". Penyerahan Seulawah menjadi salah satu pendorong
semangat pejuang-pejuang Indonesia melawan penjajah.
Salah seorang saksi dan pelaku sejarah penyerahan pesawat Seulawah kepada
pemerintah RI, Tgk AK Jakobi (77 tahun), menuturkan, sejarah Garuda
Indonesia (dulu bernama Garuda Indonesia Airways) tak bisa dilepaskan dari
Seulawah RI-001. Pesawat hadiah masyarakat Aceh ini menjadi cikal bakal
berdirinya Garuda Indonesia.
Pada 15 Juni 1948, Jakobi menuturkan, Presiden Soekarno (Bung Karno) bersama
17 anggota rombongan tiba di lapangan terbang militer Lhok Nga di Banda
Aceh. Bung Karno berada di Aceh selama enam hari (15-20 Juni). Presiden
pertama RI ini juga berkunjung ke Sigli dan Bireuen.
"Di tiap kota, Bung Karno disambut dengan rapat raksasa. Ratusan ribu warga
Aceh terpesona mendengarkan amanat Bung Karno yang berapi-api membakar
semangat juang rakyat Aceh. Kami benar-benar merasakan persatuan dan saling
mendukung antarrakyat di seluruh Indonesia," kenang pensiunan TNI berpangkat
Mayor kelahiran Blangkejeren, Gayo Lues ini, kepada Pembaruan, Jumat (3/3),
Ketika itu, Bung Karno mengatakan Indonesia sedang genting, dalam keadaan
antara hidup dan mati. Bung Karno menegaskan, dari Acehlah perjuangan
diteruskan merebut setiap jengkal tanah yang diduduki Belanda. Biar negara
ini tinggal selebar payung, perjuangan tetap diteruskan sampai penjajah
angkat kaki dari bumi Indonesia.
Negara sangat memerlukan pesawat terbang untuk menerobos blokade udara
Belanda yang sudah mengepung seluruh negeri. "Sudah berbagai tempat di
Sumatera disinggahi. Namun, hanya rakyat di Acehlah yang memenuhi anjuran
Bung Karno untuk menyumbangkan pesawat terbang," tutur Jakobi.
Dalam pertemuan bersejarah di Aceh Hotel, Gabungan Saudagar Indonesia Aceh
(Gasida) yang dipimpin HM Djoeneid Joesoef atas nama rakyat Aceh menyatakan
siap merespons imbauan Bung Karno.
Dana terkumpul untuk membeli dua pesawat Seulawah RI-001 dan Seulawah
RI-002. Di tengah situasi ekonomi yang menghimpit, Bung Karno begitu gembira
menerima sumbangan pesawat Seulawah RI-001 dari rakyat Aceh
Sebagai pejuang '45, Jakobi bersama rekan seperjuangan lainnya yang
rata-rata berusia muda, hadir dalam upacara itu sebagai pelaku dan saksi
sejarah. Selama sepekan, mereka ditugaskan oleh Gubernur Militer Daud
Beureuh mengawal Bung Karno dan rombongan selama di Aceh (kini menjadi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam/NAD).
Arti Pesan Itu
Sekitar 36 tahun kemudian (1984), replika pesawat terbang Seulawah RI-001
menghiasi Lapangan Blang Padang di Banda Aceh. Saat itu Djoeneid Joesoef
yang sudah berangsur gaek berpesan kepada Jakobi, "Kawal terus sampai
generasi berikutnya."
Semula ia tidak menyadari arti pesan itu. "Tapi saat rekan saya yang juga
pejuang '45, Halimah Madjid, menegur saya, hendak dibawa ke mana nama dan
batang tubuh pesawat terbang Seulawah RI-001 itu, kalau maskapai Garuda
Indonesia sampai dijual, saya tertegun," ucap Jakobi.
Tak jemu ia mendesak sejumlah pihak. Dari presiden, menteri, panglima TNI,
gubernur NAD, anggota DPR, hingga direksi beserta karyawan Garuda Indonesia,
untuk menjaga dan mempertahankan maskapai penerbangan yang sangat bersejarah
itu. Garuda pernah sangat disegani karena manajemen dan pelayanannya
termasuk terbaik di dunia.
Garuda Indonesia adalah salah satu yang tersisa dari perjalanan panjang
perjuangan mempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia. Maskapai
ini masih tampak gagah walaupun terlilit utang yang tidak sedikit.
Manajemennya masih bisa diperbaiki dan kinerja bisa ditingkatkan. Masih
banyak penumpang yang bangga terbang dengan Garuda walaupun harga tiketnya
lebih mahal dari maskapai nasional lainnya.
Jika Anda duduk di dalam pesawat Garuda Indonesia, atau melihat pesawat dan
para krunya melintas dalam pandangan, ingatlah Seulawah! Ingatlah sumbangsih
warga Aceh yang tak lelah berjuang demi kemerdekaan dan persatuan RI. Jika
maskapai ini jaya, kita semua senang, warga Aceh pun riang. Garuda dan Aceh,
sejarah yang selalu dikenang.Mari kita selamatkan garuda indonesia sebagai bentuk perjuangan bangsa indonseia.